The Killa in Japanese Class

Jadi, gue udah beberapa bulan ikut kelas bahasa Jepang. Dan juga kelas manga. Don't judge me, I'm not an otaku okay, please. Semua ini karena bokap gue adalah salah satu orang yang ikut dalam projek pembangunan tempat les gue, yang berupa cafe yang terletak di area Bulungan yang namanya Ambassador Cafe (promosi sedikit), dikasih diskon 50% untuk biaya les. Soo yeah, my dad was probably like, "discounts? Frick yeah, my kids are joining this class." Dia bahkan belum nanyain persetujuan dari gue, udah main masukin aja (that's what she said). Anyway, so yeah, I don't really have a choice. But it's not that I'm forced to do it, I kinda enjoy the classes. And Japan happens to be one of my college destination, so why not gitulho. Okay, lanjut.

Biar kalian bisa lebih jelas gambaran kelas-les-dalam-cafe-nya, nih liat foto di bawah.

Gue yang pake baju putih. Sebelah kanan gue adalah adek gue dan dua orang yang di kiri itu temen-temen gue.
Orang yang di depan itu sensei gue dua-duanya, yang cowok sensei manga yang cewek sensei bahasa Jepang.
Soo yeah. That was taken a few months ago. Gue masih berambut. Oh yeah, gue lupa bilang. Gue lagi botak lho.

Foto ini dapat mengusir hama lebih ampuh dari Baygon.
........yeah.

There goes my dignity.

Sampe di mana tadi? Oiya, les di dalem cafe.

Dua orang yang di kanan itu kakak beradik dan mereka plus gue dan adek gue adalah kelompok yang masuk dari awal kelas itu dibuka sampe sekarang. Adek gue juga udah jarang ikut akhir-akhir ini. Ada satu orang yang masuk di awal, masuk beberapa minggu lah. Eh, di tengah-tengah dia hilang entah ke mana. Setiap kali ditanyain ke mana, dia selalu menjawab, "gue lagi di rumah sepupu nih" atau "gue lagi di rumah nenek nih." Every. Damn. Time.

Jadi kita berpikir, screw it maybe he's one of them Southern people who marry their cousins. So yeah, from that point on, kita udah tidak peduli terhadap makhluk itu mau ngawinin sepupunya, yowisben.

Kelas bahasa Jepang dan kelas manga ini diadakan di hari Sabtu dan Minggu, jadi gue tiap hari keluar rumah. Tapi kalo manga cuma dua minggu sebulan, which means sebulan cuma ada empat pertemuan. Maklum, senseinya impor langsung dari Jepang oi. Dan ya, seperti yang udah gue ramalkan, yang ikut kelas ini bakalan:

1. Berkacamata
2. Bukan olahragawan
3. Penggila budaya Jepang
4. Bisa gambar

Ya. Gue meramalkan bahwa gue bakal jadi alien di sini. Dan yap, bener aja, kakak beradik yang tadi gue sebutin berkacamata. Dan kakaknya, yang cowok, yang seumuran dengan gue, yah.....bisa kalian lihat sendiri di foto tadi. Dan dia, walaupun pribumi, tidak lancar bahasa Indonesia. Karena apa? Kebanyakan main game. Hadeuh. Dan adeknya yang cewek berperilaku seakan dialah kakaknya. Entahlah, gue juga nggak ngerti gimana bisa gitu. At first, yeah gue emang ngerasa bahwa "men, spesies manusia ini kayaknya agak berbeda nih." Tapi lama kelamaan, gue semakin mengenal mereka and vice versa, they're great friends.

Did I mention that this class is open for registration anytime? Well, if I haven't, then there you go, I just did. Banyak orang-orang yang datang-pergi untuk trial kelas Jepang atau manga. Ada juga yang ikutan dari tengah-tengah.

And men. Gue baru sadar bahwa kedua orang yang udah dari awal ikut kelas ini masih termasuk normal. Ada dua orang yang masuk kelas kita di tengah-tengah, yang satu cewek yang satu cowok. Yang cowok gak ikut kelas manga tapi. Oke, kita bahas yang cewek dulu. Saat pertama kali masuk, si Ci, si adek yang lebih dewasa dari kakaknya, berusaha ramah terhadap cewek baru ini. Si Ci memulai percakapan kurang lebih seperti ini

"Hai, nama lo siapa?"

"(grogi setengah mati) emm....Vei"

"Ooh gue Ci. Umur lo berapa? Udah kelas berapa?"

"(grogi setengah hidup) ummm let's not talk about that"

.
.
.
.
.

"(Ci dalam hati) okay .__."

Yap. Itu mungkin adalah jawaban paling, ah maigad men, DIA DITANYAIN KELAS BERAPA DAN UMUR BERAPA BISA GROGI DAN NGGAK MAU NGASIH TAU? ITU, AH, ASTAGHFIRULLAH, GUE GAK NGERTI LAGI MAIGUDNES. Dia seakan gak pernah ngeliat orang sebelumnya. Atau mungkin dia kebiasa ngeliatnya setan sehingga pas ngeliat orang jadi takut, gak tau deh. That's just a whole new level of.....whatever the truck that is. Tapi ya, everyone has their own weaknesses and strengths. And her strength? Gambarnya bagus kayak dewa. Asukampret men, bagus abis. Atau mungkin gambar gue emang udah amat sangat jelek sampe-sampe gambar semua orang terlihat berkali lipat lebih bagus, entahlah.

Lalu, masuklah yang cowok. Cowok ini (ternyata) lebih tua dari gue. Dia udah lulus SMA. And apparently, dia bersekolah di sekolah internasional yang deket Gandaria City, dan beberapa kakak kelas gue ada yang pindahan dari sana. Dan dialah orang dalam cerita-cerita kakak kelas gue dulu. Jadi, kalo di sekolah dia boker, kakak kelas gue ini bakal diam-diam masuk toilet dan merekam dia lagi bertapa di toilet dengan handphone. Ya, he's that kind of guy. Dia sangat ekspresif. Mulutnya bagaikan lobang pantat korban sodomi, gede banget dan gak bisa ditutup. Dia ngomong mulu sampe-sampe senseinya juga capek. Ya, senseinya aja capek gimana gue. Gak hanya gue, si Ci juga merasa terganggu dengan lobang pantat, eh, maksudnya mulut cowok ini yang nggak bisa diem. Kalian tau bagaimana karakter-karakter di anime mengekspresikan perasaan mereka? Ya, berlebihan. Dan hal tersebut akan aneh jika dipraktekkan pada kehidupan nyata. Dan dia adalah salah satu orang yang melakukan hal itu. Annnjjjjasmara. Tahan, tahan, gak boleh menghardik orang....

Sedangkan kakaknya si Ci sudah tidak terlalu terganggu karena ya, dia sudah kenal dengan makhluk ini untuk kurang lebih setahun. Dia sudah mulai terbiasa. Sungguh hebat.
Tidak hanya banyak omong, dia juga kalo ngomong gak nyantai. Udah ngebut, salah-salah, kenceng lagi volumenya. Hadeuh.....

Sama seperti kakaknya si Ci, bahasa Indonesianya juga kurang bagus. Generasi sekarang bro. Soekarno dan pahlawan-pahlawan Indonesia lainnya di atas sana pasti lagi geleng-geleng sambil bergalau dalam hati, "Tau gini mending gue kasih ke Belanda aja nyet."

Salah satu perkataan dia yang paling gue inget adalah ini. Tolong dibaca dengan bayangan suara cowok yang cempreng annoying, seakan pubertasnya cuma setengah jadi. And note that he talks really, REALLY, fast.

Gue: "Oi, why don't you join the manga class dude?" ------>Berusaha berkomunikasi

Dia: "HEH LO GILA AJA LO, NANTI EEEE NANTI EEEE NANTI EEEE GUE GAK MAU PULANG DENGAN KEMALUAN."

Pulang dengan kemaluan. Dengan kemaluan. Kemaluan. Untuk anda ketahui, "rasa malu" itu tidak sama dengan "kemaluan", walaupun anda seharusnya punya rasa malu atas kemaluan anda, but that's not the point. Ya. Yang dia maksud adalah, "gue gak mau pulang dengan rasa malu."

TAPI, karena skill bahasa Indonesianya yang kurang, dia jadinya gak mau pulang dengan tititnya masih nempel di badannya. Guoblok abis.

Yah, jadi begitulah. Untungnya, saat lesnya selesai dia tidak memutuskan untuk memotong burungnya di depan kita semua. Walaupun begitu, dia menghancurkan stereotype gue terhadap otaku yang tidak berolahraga. Dia atlet tenis. Tapi ya, sifatnya gitu so....yep. And yes, his name is the title of this post. It's a pun. Deal with it.



Tidak mau merasa malu itu biasa.
Tidak mau punya kemaluan itu baru luar biasa.
Beuh gila dalem bo'.

Comments

Popular Posts