Cut

Sebagai anak cowok di kelas 4 dulu, gue merupakan salah satu dari beberapa anak yang belom disunat. Untuk anak cowok seumur gue, hampir semua udah disunat. Untuk kita anak-anak cowok dulu, sunat merupakan semacam simbol kejantanan, simbol kalo kita udah lebih superior dibanding yang belom sunat. Mereka punya bragging rights untuk memamerkan dipotongnya kulit titit mereka. Gue inget dulu pas istirahat, karena kita kelasnya kecil (cuma 16 murid, 8 cewek 8 cowok), mau nggak mau kita melakukan segala hal bareng-bareng. Kita kalo makan pada jam istirahat pasti ngobrol-ngobrol, dan tentu saja salah satu bahan obrolan kita menyangkut siapa yang sudah sunat dan siapa yang belum. Yang udah sunat dengan bangganya menyatakan kalau mereka udah sunat dan mereka bilang kalo disunat itu "gak sakit" atau "cuma kayak digigit semut" and all that crap. Gaya banget, padahal gue yakin mereka nangis-nangis pas dipotong. Sedangkan kita yang belum hanya bisa terkagum dan digencet karena titit kita masih berkulup.

Selain itu, gue juga inget, jam istirahat dulu sangat seru. Kita bikin berbagai macam permainan. Ya, sebenernya sih dasarnya cuma kejar-kejaran, tapi kita edit-edit dikit. Misalnya, kita ada safety zone dan yang dikejar gak boleh lebih dari 10 detik di safety zone itu. Atau, kita juga bikin codenames, so that yang jadi bisa manggil codename seseorang yang dikejar dan orang yang dia sebut bakal jadi, sedangkan yang nyebut tadi jadi yang dikejar. Codename ini kita rahasiain dari orang yang lain dan kita menghalalkan segala cara biar kita bisa tau codename mereka. Gue dulu merupakan ace dari permainan ini karena ga ada yang tau codename gue dan gue bisa lari lumayan cepet. Sampai suatu hari, ada salah satu temen gue yang entah gimana caranya bisa tau codename gue dan membocorkannya ke semua orang. Setelah hari itu, gue kena jadi terus. Gue dulu hampir nangis gara-gara kejadian itu. Lenje abis.

Meskipun menyenangkan, ada juga kenangan yang sedikit bikin iri dari semua permainan-permainan ini. Salah satu temen gue, sebut aja Kadabra, merupakan salah satu cowok yang bisa dikategorikan "ganteng" untuk standar anak kelas 4 SD. Dia juga tinggi dan larinya ngebut, which means he could pretty much get all the girls di kelas gue. Termasuk Kursi. Waktu itu, pernah kita lagi main kejar-kejaran tadi, dan Kadabra yang jadi. Kursi juga main. Pas mulai, kita semua langsung lari ke safety zones yang ada, tapi sayangnya, Kursi kurang cepet. And guess what happened. Mereka saling  menepok dan menjadikan satu sama lain.

*plok* "Kamu jadi!"

*plok* "Kamu jadi lagi!"

*plok* "Enak aja, jadi!"

*plok* "Ih, gak, kamu jadi lagi!"

Dan lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan lagi.

Permainannya terhenti untuk sementara. Mereka sepertinya terlalu seru bermain berdua doang, sampe-sampe lupa sama gue dan temen-temen yang lain. Karena mulai garing dan gue juga jadi ngiri, gue datengin itu orang berdua and did some intervention. Gue berdiri di antara mereka berdua. Ya, cockblock abis. Tapi gue gak peduli. Orang gue juga pengen, seenaknya aja dia huh.

"Woi, udah, udah, sini aku aja yang jadi. Ayo jadiin aku, gapapa kok!", kata gue dengan polos. Tapi usaha gue percuma. Gue dulu pendek. Lebih pendek dari mereka berdua. Mereka tetep melanjutkan adegan sentuh-menyentuh dari atas gue.

Tokai kambing.

Alhasil, mereka gitu terus sampe istirahat selesai. Huft.

Oke, kita udah melenceng jauh banget ini. Kita balik ke topik utama.

Salah satu temen gue, sebut aja Amar, merupakan salah satu anak yang udah disunat pas kelas 4. Gobloknya, orang tuanya memutuskan untuk menyunat anaknya ini DI TENGAH-TENGAH TAHUN PELAJARAN. Ya, entah apa yang mereka pikirkan. Mungkin mereka ingin anaknya menderita. Ck, gila abis. Kasian si Amar ini. Tiap kita ada aktifvitas dan kita harus duduk di lantai (karpet to be exact), dia gak bisa duduk dengan normal. Dia harus ngangkang, karena luka tititnya masih fresh dan masih sakit kalo kena-kena. Dia bahkan gak pake celana dalem ke sekolah. Luar biasa.

Karena memang sudah waktunya, akhirnya gue memutuskan untuk sunat pas libur naik kelas. Gue gak sendiri. Biar sepaket, nyokap gue berunding dengan dua nyokap temen gue agar anak-anaknya disunat bareng gue aja, biar sekalian. Jadilah, gue, Kadabra, dan Shady, disunat di tempat yang sama dan hari yang sama. Klinik sunat yang kita tuju adalah klinik punya bude gue, jadi kita dikasih diskon. Sesampainya di klinik tersebut, datang masalah pertama. Siapa yang mau disunat duluan? Klinik bude gue itu bukan klinik gede, jadi gak bisa tiga sekaligus. Karena yang ngajak sunat nyokap gue, jadilah gue disuruh duluan, biar gue bisa jadi contoh buat Kadabra dan Shady. Karena gue emang anak yang jantan dan pemberani, jadilah gue maju pertama. Celana gue diplorotin. Celana dalam gue juga. Gue dipakaikan sarung dan disuruh tidur di atas semacam kasur bedah untuk dibius. Kadabra, Shady, dan orang tua mereka masing-masing (dan orang tua gue juga tentunya) menonton dari jarak yang lumayan dekat. Disuntiklah titit gue. Anjrit men. Sakit. BANGET. Gue gak bisa nahan nangis. Setelah titit gue dibius, gue bangun dan melihat muka Kadabra dan Shady yang kayak abis ngeliat setan. Gue pun disuruh nunggu ke kamar belakang, di mana gue disuguhin minum dan anehnya, ada satu ibu-ibu tua yang menarik kulit titit gue dan berkata,

"Hey, coba sini. Kerasa gak?"

Gue menggeleng lemas. Entahlah itu termasuk child molestation atau bukan. Gue takut sekarang. Tolong.

Yah, lanjut saja lah.

Setelah kejadian itu, bukannya termotivasi, kedua temen gue malah trauma. Mereka ga ada yang mau disunat setelah itu. Mereka berdua jadi khawatir setelah melihat gue yang baru juga dibius udah nangis. Mereka mungkin takut mikirin "gimana nanti pas dipotong nyet, bisa jejeritan".

Tak lama setelah itu, Kadabra pun pasrah. Dia akhirnya merelakan para suster untuk membius tititnya agar bisa disunat. Tapi Shady masih belum juga mau merelakan kulitnya dipotong. Sepertinya ada sesuatu antara dia dan kulupnya yang spesial. Entahlah.

Bukannya membaik, keadaan malah semakin buruk buat Shady. Gue yang sudah tenang (dengan titit yang sudah mati rasa tentunya) akhirnya dapet giliran disunat. Dari sisi gue, ngga kerasa apa-apa bo' ternyata. Legit, I can't even feel my own dingdong, rasanya kayak ga ada apa-apa di bawah sana. Dan untungnya, gue disunat sambil tiduran, jadi gue tidak harus menyaksikan kekejaman atau apa pun yang mereka perbuat terhadap teman kecil gue di bawah sana. Tiba-tiba susternya bilang, "Nah, yak, udah selesai deh! Wuih, hebat, udah gede deh sekarang!" Ucapan tersebut terasa menyegarkan buat gue. "Ah, akhirnya aku bisa diterima oleh teman-teman yang sudah disunat", pikir gue saat itu. Tapi, yah, dari sisi Shady, semua tadi merupakan pemandangan yang paling mengerikan yang pernah ia liat. Bayangin, lo nontonin temen lo anunya dikulitin dan lo adalah korban berikutnya. Tidak hanya gue, dia juga nonton pas Kadabra dipotong. Mampus gak tuh.

Si Shady sudah dibujuk berkali-kali oleh orang tuanya, orang tua gue, orang tua Kadabra, kakak cowoknya, tapi tetep aja dia nggak mau disunat. Dia malah makin ngelunjak. Dia mulai nangis. Dia mulai berusaha kabur. Buset, ini lama-lama malah kayak buron yang kurang waras lari dari penjara. Ya jadi gitu. Dia berteriak "Ngga mau, ngga mau, ngga mau!!" berulang kali, sambil memegangin besi di pagar klinik, menolak untuk masuk. Dia masih belom siap berpisah dengan kulupnya sodara-sodara.

And then, guess what happened.

Tukang parkir klinik, yang sudah gemes sama si Shady, memutuskan untuk menggendong si Shady secara paksa dan membawanya masuk ke dalam klinik. Wuah, gila, lo kalo liat sendiri pasti ngeri deh. Si tukang parkir ini menggendong si Shady bagaikan mempelai wanita yang abis nikah, tapi bedanya ini bukan mempelai wanita yang lemah lembut dan siap bertempur di atas kasur, ini lebih tepatnya bocah edan yang setengah kesurupan dan tidak siap bertempur di atas kasur. Dia tidak siap untuk tidur di atas kasur bedah tersebut dan dipotong tititnya. Gila, dia udah kayak orang kesetanan yang lagi dibacain ayat-ayat Al-Qur'an. Dia ngamuk. Dia menggila. Dia menendang-nendang muka tukang parkir tersebut, and I'm not talking metaphorically here, and what's more amazing is that si tukang parkir acts as if nothing hit him. Dia dengan santainya mengangkat Shady yang hampir berubah jadi Super Saiyan ke atas kasur bedah. Orang gila. Yang digendong sama yang menggendong sama-sama hebring. Sungguh pengalaman yang bukan main.

Di atas kasur pun dia masih menjerit ketakutan. Singkat cerita, kulit ekstra kita bertiga sukses dipotong. Sungguh melegakan. Terutama buat orang tua Shady, karena kejadian barusan lebih heboh daripada kejadian apa pun yang pernah mereka alami. Setelah semua itu, bude gue dateng ke kita untuk laporan titit. Ya, dia menganalisa titit-titit kita bertiga. Dia berkata bahwa para suster sedikit kesulitan menyunat Shady dan Kadabra, karena titit mereka....yah, pokoknya ngerepotin deh. Ga enak gue bilangnya. Kalian juga pasti geli bacanya kan. Gue bilang "titit" berulang kali di post ini juga kalian udah ngerasa jijik pasti...

Daaaan bude gue juga bilang bahwa gue merupakan pasien yang paling normal di antara kita bertiga. Tidak ada masalah apa-apa. Alangkah senangnya hatiku.

Yah, dengan begitu, dimulailah kehidupan kita sebagai "cowok tulen" dan kita sekarang bisa ikut membanggakan diri kalau kita sudah disunat.

I'm very sorry for the excessive use of the word "titit".

But nah, I'm not sorry. Deal with it.

Comments

Popular Posts