Then and Now

Gue pun pernah unyu.
Ya. Jadi, di post yang singkat ini, gue cuma mau flashback sedikit. Edan, melankolis abis. Jadi ya, dulu gue pernah punya kulit mulus dan putih kinclong. Gue pun dulu mukanya masih bersih. Dan dulu gue gendut. Dan superunyu. Yah, tapi itu 15 tahun yang lalu, dan selama 15 tahun itu, gue selalu berubah. Tapi gak selalu baik perubahannya.


. . . ah I don't know.
.....gak tau deh. Gue juga lupa gue pernah senarsis dan se-fabulous ini. Ini jaman-jaman gue SD kelas 5 atau 6, berarti sekitar 6-7 tahun yang lalu. Lokasinya di penginapan Putri Duyung, Ancol. Gila gue udah kayak mau shooting sinetron siluman lumba-lumba. Gila men, those Spider-man PJs, that pose, those braces, astaga. Aku hebring banget.

Sebelum kita lanjut, gue mau memperingati kalian pembaca yang masih di bawah umur, foto berikut ini mengandung gambar yang bisa membuat kalian puber lebih cepet. Kalo gak kuat, tolong segera tutup tab-nya dan jangan coba-coba balik blog ini lagi, oke?

Ga deng, lebay ah. Boong kok. Kalian boleh liat. Kalo mau, gak dipaksa kok.

Mantap.
Wuih. Foto ini di ambil pas gue lagi liburan di Bali. Rambut dikibas-kibas angin, tangan di pinggul, cuaca yang cerah, the clear ocean water, celana super mini, paha ke mana-mana, kulit tan yang sebenernya kelewat tan sih (baca: gosong)....but whatever. Cewek-cewek bule lewat semua. Gue menjadi pusat perhatian, atau buat kalian yang udah terlalu elit untuk bahasa Indonesia: center of attention. Beuh mantap. Saking hotnya foto ini sampe jadi berita skandal di acara-acara infotainment. Gak nahan men.

Dan setelah itu, datanglah masa-masa 4l4y gue. Ya, masa-masa di mana gue sedikit merosot ke jurang ke-alay-an.

Poni nge-Bieber abis.
Yap. Masa awal gue SMP. Saat itu, mengetik dengan huruf dicampur dengan angka dan simbol ditambah dengan huruf kapital yang tidak karuan, contohnya 53pERt1 1nI, merupakan hal yang keren. Gaul abis. Dan sekarang gue sadar bahwa hal tersebut lebih terlihat sebagai simbol kemerosotan sebuah generasi bangsa daripada kegaulan. Lalu, gue naik kelas 8.

Gangstaz.
Ya. Kalau kalian perhatikan, kulit gue makin lama makin gelap dan makin mirip dengan manusia-manusia pribumi yang kerjaannya main layangan di sawah. Terus kegigit uler dan mati ngenes di tengah sawah. Dan baru ditemukan 2 tahun kemudian. Ehem, oke, balik ke topik. Ya, jadi buat teman-teman dari sekolah internasional yang penasaran sekolah negeri itu kayak gimana, there you go. Dasi longgar, rambut gondrong, handphone boleh dipake kapan aja, pas lagi jam pelajaran bisa foto-foto, ruang kelas ada korden velvet-nya.....ya, memang agak aneh tapi begitulah. Dan bukan, murid-murid yang ada di foto itu bukan murid yang seneng tawuran. Kita anak-anak baik.

Semasa SMP gue juga jarang yang namanya belajar. Ulangan? Kerja sama. Kita pake metode "kode tangan" untuk tanya dan jawab dengan murid yang lain. Yah, tapi kadang guru pengawas kita juga tidur dan kita gak nanggung-nanggung kerja samanya: terang-terangan nanyain jawaban ke temen sekelas. Bisa dibilang Ujian Nasional, atau UN, gue juga nggak belajar. Dan gue masih dapet nilai yang bisa dibilang di atas rata-rata. Indahnya kehidupan SMP.

Dan dari semua itu, gue masuk ke sekolah internasional (dengan keberuntungan tinggi). Gue, entah gimana ceritanya, bisa masuk. Dan gue yang sekarang kayak gimana?

Gini.





*Insert melancholic quote here*
Yes, I'm running out of quotes.
Oh well.

Comments

Popular Posts