Scream and Shout

Gue lupa apakah gue pernah bercerita tentang salah satu kebiasaan gue pas SMP yang ini. Ah, biarinlah, gue bakal tulis aja. Kan kalo menurut Ayu Ting Ting di iklan Sarimi dua itu lebih enak, kan?

Kelas 8, seperti yang udah pernah gue bilang beberapa kali, merupakan tahun terliar di masa SMP gue. Mungkin sampe sekarang juga masih. Gimana nggak, bersekolah di SMP Negeri memberi gue banyak sekali waktu luang di jam pelajaran. Kadang kala, gurunya lebih males dibanding muridnya. Dulu, ada guru matematika gue yang kerjanya sangat simpel. Dia masuk kelas dan berkata, 

"Yak, anak-anak, kalian buka halaman XX dan coba kerjakan sebisa kalian. Kalo bisa selesai semua. Kalo nggak bisa, yaudah, nanti tanya ke saya pulang sekolah."

Lalu tidur sepanjang pelajaran.

Enak bener.

Tapi, itu masih termasuk golongan guru yang "rajin". Beberapa guru malah ada yang gak dateng sama sekali. Datang sesuka hatinya aja, kayak gebetan PHP. Nah, gue pernah cerita, saat gurunya lagi galau dan gak masuk kelas ini, kita biasanya main bola, bentengan, kuda tomprak, sampai petak umpet. Ada satu kebiasaan yang lebih idiotik dibandingkan semua itu.

Neriakin orang.

Ya. Neriakin orang yang lalu-lalang. Kalian bisa bayangin betapa kurang kerjaannya gue dan teman-teman gue dulu di bangku SMP.

Gue lupa ide ini lahir dari siapa, tapi gue tau, yang paling rajin melakukan tingkah anarkis ini adalah Ray.

Kembali lagi di Masih Dunia Lain....
Ray ini hasil peranakan babi ngepet dan pengidap sifilis. Sampah masyarakat. Kalo ada anak-anak ganteng, necis, dan terkenal suka dipanggil "anak konglomerat", tentu saja Ray gak ada deket-deketnya sama anak-anak tersebut. Dia lebih pantas disebut sebagai anak dengan muka mirip kolor dan orang melarat. Mukanya sangat offensive, gampang buat mancing. Bukan, bukan buat mancing cewek, tapi buat mancing amarah dan mancing keributan. Konon, kalau ada setan yang secara tidak sengaja melihat wajah Ray, setan itu bakal kejang-kejang kesurupan. Sakti abis.

Tiap kita ga ada guru dan bosen, kita pasti melihat keluar jendela untuk melihat keadaan di luar. Kelas gue ada di lantai dua menghadap ke luar sekolah, tepatnya ke gerbang depan sekolah. Menghadap langsung ke jalan raya. Jadi, yah, banyak mangsa.

Situasi jalan raya tidak setiap hari ramai. Kadang cuma ada abang jualan tahu gejrot, kadang malah ga ada orang sama sekali, tapi yang paling seru itu ya pasti saat lagi rame. Jalan raya depan SMP gue paling rame biasanya hari Jumat pagi. Pada waktu tersebut, biasanya ada sekolah yang ngadain lari pagi bareng, dan berhubung hari Jumat pulangnya lebih cepet (pulang abis solat Jumat), ada banyak jemputan yang menunggu. Sebut aja ojek, supir pribadi, semua ada. Guru-guru dan murid-murid sekolah gue juga biasanya lebih bermalas-malasan di hari Jumat. Di jam pelajaran, banyak murid yang keliweran nggak jelas and conveniently, mereka suka lewat-lewat area depan sekolah. Guru-guru juga sama aja.

So here's how it's done. Kita ambil giliran buat neriakin orang di luar. Tapi sebenernya sih, akhir-akhirnya yang mendominasi ya si Ray. Dia entah kenapa sangat nafsu neriakin orang asing. Jadi kita buka jendela, teriakin target sampe nengok, lalu dengan cepat ngumpet di belakang gorden. Ya, perbuatan yang cemen abis. Tapi percaya sama gue, itu bener-bener memacu adrenalin.

Jadi misalnya, ada orang lewat, kayak semacam abang-abang warung atau tukang parkir, kita buka jendela, terus si Ray bakal teriak "WOI" sekenceng-kencengnya. Abis itu kita langsung tutup jendela, tutup gorden, ngumpet, tunggu sampe orangnya ga ngeliatin, teriakin lagi. Terus ulang lagi prosedur tadi. Sampe orangnya udah kejauhan untuk diteriakin.

Pernah ada satu tukang ojek berjaket merah nongkrong pas di depan sekolah gue. Kita teriakin dia tanpa henti. Sampe dia panas. Di teriakan pertama, dia masih santai-santai aja. Cuma nengok ke kita sebentar, udah. Lama-kelamaan, dia jadi melototin kita tanpa henti. Tiap kita ngintip dari jendela, dia masih melotot sangar ke arah kelas kita. Dan gobloknya, si Ray bukannya berhenti, malah makin menjadi. Sekalinya si jaket merah gak ngeliatin, si Ray langsung mengambil kesempatan tersebut.

"WOOI JAKET MERAH!"

Interval nunggu reaksi jaket merah.

"ANJRIT, NENGOK GOBLOK, NGUMPET NGUMPET, TUTUP GORDENNYA KAMPRET. NGERI ABIS, DIA UDAH PANAS GILA."

Dan setelah itu, tiap diteriakin, si jaket merah dengan cepat nengok ke arah kita. Kepalanya udah kayak burung hantu, bisa muter 180 derajat. Ngeri abis.

"Anjrit, goblok lu nyet, dia ngeliatin mulu bego. Kita mampus nih", gue bilang ke Ray setengah panik, setengahnya lagi ketawa.

"Ah elah Ror, santee. Lu diliatin doang emang bakal mati? Ya kagak lah"

"Bukan itu maksud gue tolol! Ah...apa kata lu deh"

Yaudah deh kita lanjut neriakin. Sampe akhirnya si jaket merah pergi.

Murid yang lari pagi bersama juga merupakan mangsa empuk buat kita. Gak cewek gak cowok, ga ada yang aman.

Ray, yang haus asmara, tidak membuang kesempatan emas ini. Tiap ada cowok cewek lewat, dia bakal teriakin. Bedanya, kalo cewek yang diteriakin, dia nggak ngumpet...

"CEWEK!"

Interval nunggu reaksi cewek.

"HAI! *sambil dadah-dadah dilengkapi dengan senyuman tebar pesona*"

........idiot.

Gerombolan cewek joging tadi langsung mendadak sprint ketakutan. Kita yang tidak se-pede si Ray hanya bisa menertawakan tindakan autis Ray ini dari belakang gorden.

Yah, tapi namanya perbuatan tidak terpuji, pasti bakal dapet balesan yang setimpal. Dan kebiasaan kita neriakin orang dari jendela kelas ini termasuk tindakan yang tidak terpuji. Dan kita akhirnya dapet balasan yang cukup setimpal. Well, sebenernya yang kena cuma Ray dan temen gue satu lagi yang sebut aja namanya Fani, tapi gue dan juga Penyok ikut terseret sama mereka.

Suatu hari, guru ga ada, kita bosen, dan ada satu satpam lagi berbincang dengan seseorang di telfonnya. Gue yang pertama melihat ini, langsung menantang si Ray.

"Eh, Ray, liat tuh di bawah. Ada satpam. Berani gak lo?"

"Ayo, sini jadiin."

Jadilah dia neriakin si satpam. Fani turut membantu. Dan Fani, yang dari segi akademik bisa dibilang pinter, ternyata gak terlalu pinter di dunia nyata. Dia teriakin si satpam, PAKE NAMA PANGGILANNYA. Gak pake "Pak" atau apa pun. Ya, mungkin kalo lo tinggal di Amerika gak kenapa-kenapa, tapi ini di Indonesia men. Sebut aja nama satpamnya Somad.

"WOEE"

Si satpam gak nyahut, masih nelfon.

"WOEOEOEOE"

Masih gak nyahut.

"WOI, SOMAD", teriak si idiot Fani.

Percobaan mereka berdua tidak membuahkan hasil. Tapi, setelah kita sadari, Pak Somad udah ngilang dari tempat ia menelfon.

"Eh, si Somad ke mana? Kok ngilang?", tanya Ray.

"Mampus lu, dia ke sini bego, dia kan hafal kelas-kelas di mana", si Fani nakut-nakutin.

"INI KALO BENERAN GIMANA, NGEHE?" Ray panik.

Daaaan seperti yang dikatakan Fani, sang satpam beneran dateng ke kelas. Dia mendobrak pintu kelas yang nggak dikunci.

"SIAPA TADI YANG TERIAK-TERIAK? SIAPA? AYO, SIAPA?!"

Karena kami semua teman yang baik, sekelas langsung nunjuk ke Ray. Langsung deh sang satpam berjalan ke arah Ray.

"KAMU TUH YA, TIDAK TAU SOPAN SANTUN, KENAPA KAMU LAKUKAN HAL TADI, HAH? KENAPA SAYA TANYA? KAMU DIAJARIN SIAPA ITU?"

Pak Somad menceramahi Ray sambil menoyor muka Ray. Ya, gue gak bo'ong. Dia menoyor Ray dengan jari telunjuk tangan kanannya yang dia tempelkan di area antara mata dan hidung, terus diayunkan dengan garang dan dramatis ke kiri. Toyoran bertubi-tubi ini jelas membuat si Ray nggak bisa ngomong apa-apa. Jangankan ngomong, mungkin mikir juga susah.

"TADI SIAPA LAGI YANG IKUTAN HAH?!"

"Itu pak, dia pak...", kata si Ray dengan loyo, sambil nunjuk ke arah Fani.

Palkon (kepala kon...)
Si Fani, yang terkenal sebagai anak cengengesan, yah tentu saja, dalam keadaan ini MASIH JUGA SENYUM-SENYUM NGGAK JELAS.

"KAMU JUGA KURANG AJAR. MASIH BISA CENGANGAS-CENGENGES KAMU HAH? KAMU BANGGA DENGAN APA YANG KAMU PERBUAT? KAMU BANGGA? KAMU TUH TIDAK TAU RASA HORMAT...*sambil noyor si Fani*"

Fani masih senyum.

"MASIH BISA SENYUM KAMU? *lanjut ceramah dan noyor si Fani*"

Fani senyum doang.

Idiot.

Kejadian tersebut berlanjut dengan adegan dramatis di mana Ray dan Fani ganti-gantian diceramahin dan ditoyor-toyor. Sekelas hanya bisa menyaksikan. Akhirnya, suasana pun mereda.

"Yasudah, coba tadi siapa saja yang ikut-ikut, katakan ke saya. Saya catat nama kalian."

"ITU TADI NAMANYA RORY SAMA PENYOK JUGA IKUTAN PAK."

Gue dan Penyok pasrah.

Kami berempat dibawa ke guru olahraga yang terkenal galak. Untungnya, guru olahraga tersebut, sama kayak guru-guru lain, males ngurusin beginian. Jadi kita cuma disuruh jongkok di depan kantornya selama beberapa menit, dan ditanyain

"Kalian sudah menyesal belum?"

"Iya pak, nyesel", jawab kita berempat.

"Yasudah, jangan diulang lagi. Balik ke kelas kalian."

Selesai perkara. Setelah kejadian itu, tentu saja kita tidak pernah lagi mengulangi kebiasaan anarkis itu lagi. Bagaikan remaja galau yang "terlalu sakit hati karena alasan yang sinetron abis dan memutuskan untuk gak mau punya pacar lagi", kita pun memutuskan untuk tidak melanjutkan adegan-adegan neriakin orang yang cuma numpang lewat.

Comments

Popular Posts