Toilet Boys: Guitar Solo

Selama hidup gue, gue merupakan seorang anak pendiam dan pemalu. Gue itu anak yang baik-baik, bahkan sampai sekarang. Oke, mungkin gue sekarang gak sependiam, sepemalu, dan sebaik-baik dulu, tapi masih lumayan lah. Meskipun begitu, bukan berarti gue kerjaannya duduk mojok di kelas seharian dan mendesis ketika disapa orang lain. Gue emang sedikit ansos, tapi gue bukan autis dan gue juga bukan orang sakau.

Walaupun tampang gue sering membuat orang menyangka gue orang yang menyimpang. Gue disangka perokok berat, atau tukang mabok, atau malah tukang nyimeng. Bagi yang masih mengira demikian, tolong ya, GUE BUKAN KRIMINAL YANG HOBINYA BEGITUAN OKE. Muka gue emang menyimpang dan agak abstrak, tapi akhlak dan kelakuan gue tidak menyimpang ataupun abstrak sama sekali. Tapi, bukan soal muka yang gue mau bicarakan kali ini.

Karena dari kelas 2 sampai kelas 4 gue gak pindah-pindah kelas dan berteman dengan orang yang itu-itu aja, gue baru bisa agak bergaul dari kelas 5. Tetapi, kebiasaan berbuat hal-hal tolol gue dimulai saat kelas 6. Gue ditempatkan di dalam kelas yang, well, bukan kelas pencetak angka 100 deh pokoknya. Angkatan gue terdiri dari empat kelas, dari A sampe D. Urutan kebengalan kelasnya kayak gini, dari yang paling baik sampe yang paling ancur:

6A, 6C, 6D, 6B.

6A dan 6C yang mendominasi masih anak-anak baik dan gak hobi membuat guru emosi, sedangkan 6D dan 6B...yah, gimana ya jelasinnya. Oke, let's put it this way. Salah satu sahabat gue, Mahesa, yang tadinya merupakan anak yang baiknya minta ampun, sering terlibat pertengkaran setelah masuk ke kelas 6B. Di kelas manakah gue?

Kelas 6D. Yap, masih untung gue tidak dimasukkan ke kelas preman. Bisa-bisa gue lulus dengan banyak codet di muka gue dan gue bisa lebih terlihat lebih tua dari sekarang. Sekarang aja gue udah sering dibilang mas-mas warung atau pak supir sama temen-temen ngehe tersayang gue, mungkin muka gue bisa terlihat 20 tahun lebih tua kalo dulu masuk kelas 6B.

Di kelas 6 ini, gue terpisah dengan dua sahabat gue, Shadiq dan Mahesa, tapi untungnya di kelas 5 gue udah dekat dengan Bimo, yang kembali sekelas dengan gue di kelas 6 ini. Tia dan gengnya yang sekelas sama gue saat kelas 5 juga kembali sekelas sama gue di kelas 6. Jadi yah, gue nggak ansos banget lah untuk awal tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, gue mulai temenan dengan yang lain, dari yang kutubuku sampe yang paling bandel. Gue bahkan lumayan dekat dengan cewek-cewek juga, berkat Tia tentunya.

Satu hal yang perlu kalian tau adalah gedung SD gue di pertengahan tahun menjalani renovasi besar-besaran, jadi kita anak-anak SD dipindahkan ke gedung TK yang sudah selesai dibangun ulang, dan anak-anak TK numpang di gedung SMA. Layaknya gedung baru, gedung TK ini semuanya masih bersih dan berfungsi baik. Termasuk toiletnya.

Dari seluruh gedung sekolah, toilet merupakan tempat paling damai, sepi, dan bersih dibandingkan tempat lain, dan sebagai anak Indonesia sejati, gue dan beberapa anak lain gak tahan ngeliat benda baru yang belum dikotori. Beberapa toilet ini memang ada yang ditongkrongin sama cleaning service, tetapi gak semua. Jumlah toilet di gedung ini lebih banyak dibanding cleaning service-nya. Di toilet tak bertuan ini lah kita sering nongkrong.

Ya. Gue dan geng gue dulu nongkrongnya di toilet kalo istirahat. Kurang keren apa coba.

Percayalah, nongkrong di toilet lebih enak dibandingkan nongkrong di kantin. Di kantin rame, kotor, panas, bau, dan masih banyak lagi ketidaksejahteraan lainnya. Sedangkan di toilet, ya seperti yang gue bilang tadi, bersih, damai, adem ayem, pokoknya top deh.

Kelompok yang biasa nongkrong di toilet adalah gue, Bimo, Dex, Gerald, dan Dandi. Saat gue bilang nongkrong, maksud gue bukan cuma duduk-duduk gak jelas di toilet. Kita bener-bener makan, minum, dan main di toilet sepanjang istirahat. Tiap istirahat, kita membawa bekal kita masing-masing dan langsung cabut ke toilet dan makan bareng di sana. Kalo lagi niat, kita kadang juga bawa Nintendo DS kita dan main Mario Party bareng.

Dan kalau kalian pikir ini bodoh, hahahah kalian salah.

Ini belom ada apa-apanya dibanding perbuatan anarkis yang kita sering lakukan.

Kalian akrab dengan sambel sachet yang biasanya dikasih sama penjual hot dog abal-abal? Ya, kita dulu sering mengoleksi sambel sachet yang kita dapat dari membeli makanan di kantin dan kita pakai bukan untuk makan.

Kita pakai sambel sachet tersebut untuk main permainan yang kita sebut skrenyot.


Jadi, apa itu skrenyot? Bagaimana kita main yang namanya skrenyot ini?


Kita injek sambel sachet yang kita punya sampe pecah ke arah satu sama lain. Udah, gitu doang.

Tapi jangan salah, permainan ini sangat seru dan memompa adrenalin. Gak jarang kita keluar toilet dengan seragam berlumuran sambel, atau sepatu berlumuran sambel, atau bahkan muka berlumuran sambel (ini biasanya karena ada yang curang dan pake tangan untuk mecahin sambel sachet mereka). Kita kadang terbawa suasana sampe-sampe satu toilet udah kayak lokasi pembunuhan. Dinding dan lantainya dilumuri darah yang bercipratan ke mana-mana. Tapi tentu saja, darah itu diganti sambel in our case. Lebih mirip pembunuhan yang dilakukan sama abang bakso yang balas dendam karena hutangnya gak dibayar-bayar. Dia membunuh sang penghutang dengan menjejalkan sambel ke mulutnya sampe mati. Brutal abis.

Skrenyot bukanlah satu-satunya cara kita menghias toilet baru tersebut. Gerald, yang bisa dibilang punya otak yang lain dari yang lain, sering memamerkan keahliannya dalam "bermain gitar" di toilet.

Yap. "Bermain gitar".

Hal pertama yang harus kalian ketahui dari "permainan gitar" si Gerald ini adalah:

Dia nggak beneran main gitar.

"Main gitar" hanyalah ungkapan yang kita gunakan untuk tingkah Gerald yang nyerempet dongo. So basically, "main gitar" itu adalah aksi ekstrem Gerald yang membawa pipis setingkat lebih metal. Dia pipis sambil secara harfiah menggenjreng tititnya dan pindah-pindah urinal. Kadang juga sambil lompat-lompat biar sensasi main gitarnya makin kerasa. Alhasil, toilet yang tadinya bersih dan tidak bau pun terkontaminasi pipis Gerald yang ke mana-mana. Gak jarang juga sih kita jadi korban dan kena-kena dikit....atau kadang juga banyak.....

Yah begitulah. Sungguh anarkisme yang indah.

Gak jarang kita ketauan sama cleaning service dan harus kabur layaknya maling ayam, tapi itulah bagian seru dari semua ini. Gila, gue pas SD lebih rusuh dibanding sekarang.

Comments

Popular Posts