I'm a What, Now?

Semenjak lulus SMA, gue punya satu resolusi yang pengen gue lakuin: be more social. Selama gue sekolah, dari playgroup sampe SMA, bersosialisasi selalu menjadi kelemahan gue. Gak cuma dalam hal bersosialisasi sih sebenernya, just being active in general. You know how pre-school kids are when their teachers ask them a question and everyone just wanna look smart and raise their hands? Welp, I didn't. Bukan karena gue gak tau jawabannya, tapi karena malu aja. Dan, tentu saja, setiap terima rapor, guru gue selalu laporan ke nyokap dan bokap tentang sikap gue di kelas. Dan ini terusan sampe SMA.

"Rory di kelas kurang aktif ya, pendiam sekali."

"He's usually really quite in class, I know he can do it, but he needs to be more active."

And so on. And so on. And so on. How do I feel after years of hearing the same thing over and over again?

ok, cool cool
But yeah, I actually wanted to change that. Yeah, I know, surprise surprise. Jadi, untuk mengubah hal tersebut, gue berusaha sekuat mungkin di universitas sekarang untuk at least pede ngobrol dengan sesama murid. Gak peduli murid tahun keberapa, pokoknya kalo ada kesempatan untuk ngobrol, gue ajak ngobrol.

Dan bagaimana kemajuan rencana gue itu?

Tidak bagus.

Gue masih kesusahan ngomong ke orang lain. Gue masih malu. Banget. Percakapan antara gue dan orang-orang biasanya amat, sangat singkat, misalnya kayak gini.

Gue: "Oh hey man, what's up?"

Orang: "Hey man, not much, just you know, the usual stuff. How about you?"

Gue: "Yeah man, same here"

Orang: "Hahah alright, cool"

Hening 30 detik.

Gue: "How are your classes?"

Orang: "They're ok, how about yours?"

Gue: "Yeaah, you know, nothing out of the ordinary hahah."

Orang: "Hahah yeah, nice"

Selesai.

Sebelum percakapan selesai, biasanya gue berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan topik percakapan yang bisa bikin interaksi sosial gue lebih lama dan berbobot. Tapi apa daya, yang ada gue malah kelamaan mikir dan lawan bicara gue keburu ngibrit. Fak mai laif.

So yeah, gak heran kalo orang-orang di sekitar gue memberi gue cap "pemalu", "pendiem", "introvert", "jomblo abadi" dan sebagainya.

Jadi, seperti yang gue udah tulis di post sebelumnya, gue ikut klub yang namanya Habitat For Humanity APU, yaitu semacam organisasi volunteering. Gue ikutan organisasi ini karena:

1. Pas SMA udah pernah dikasih outline tentang apa aja yang dilakukan di organisasi tersebut.

2. Si Estrella ikutan organisasi yang sama di universitasnya

3. Berburu pasangan hidup Latihan bahasa Jepang, karena mayoritas anggotanya merupakan orang lokal.

Setelah join beberapa bulan (dan berhasil membuat senior-senior gue kagum), gue pun mulai dikit-dikit bisa ngobrol dengan senior-senior gue. Keseringan masih pake bahasa Inggris, tapi kalo lagi niat nyoba-nyoba pake bahasa Jepang. Kegiatan klub ini, di saat projek sukarelanya belom ada, cuma meeting seminggu sekali, dan di meeting tersebut, anggotanya harus bikin presentasi. Presentasi ini ada banyak macamnya, kebanyakan sih presentasi tentang projek-projek dari ketua masing-masing projek. Gue, yang merasa resolusi sejak lulus SMA-nya belom diterapkan, ikutan nyalonin diri jadi anggota seksi di berbagai projek. Alhasil, gue, yang sebenernya hampir gabut di tiap seksi tersebut, ikutan presentasi bareng seksi gue. Gue bilang hampir oke, gue masih kerja kok. Dikit. But still, it counts in my book.

Gak cuma itu, dari ikut klub ini, gue juga jadi ada temen yang lumayan deket. Di meeting pertama, kita sama-sama murid non-Jepang di klub tersebut, jadi mau gak mau kalo mau ngomong gampang ya dengan satu sama lain. Lama kelamaan, kita jadi lumayan deket. So yeah, I guess that's an upgrade to my social circle. It's expanding guys. Very slowly. Like, depressingly slow. Better than nothing, amirite.

Oke, balik ke masalah presentasi. Karena dibatasi oleh bahasa, gue hampir selalu presentasi tanpa diinformasikan terlebih dahulu. Gue baru dikasih tau pas hari-h, pas meeting baru mau mulai, jadi gue mau gak mau harus presentasi buta, atau bahasa kerennya improvisasi. Am I good at it?

Well, in a word? Nope.

Berdiri di depan orang banyak aja udah pengen pipis, ini lagi disuruh presentasi. Tapi gak deng, gak separah itu juga. Dari SMP sampe SMA, gue juga udah sering presentasi tanpa latihan. Bedanya, dulu itu karena males, sekarang emang gara-gara ga ada yang ngasih tau. Alhasil, nilai gue pas SMP dan SMA tidak terlalu menyilaukan, tapi kita semua sudah tau itu dan ingat kata pepatah, masa lalu tidak usah diungkit-ungkit, jadi mari kita lanjut.

Kalo ada satu pesan yang gue inget dari nyokap gue, pesan tersebut adalah "kamu jadi orang jangan jaim". Bagi kalian yang tidak tau jaim itu apa, itu singkatan dari jaga image alias gengsi. Karena itulah, tiap presentasi, gue malah jadi semi-stand-up comedy. Dan, percaya atau nggak, that is in a good way. Bagaimana gue bisa tau itu?

Satu hari, pas meeting belom mulai, salah satu senior gue dateng ke tempat gue duduk dan nyapa gue.

"Hey Rory, may I sit here?"

"Oh, hi (insert male Japanese name here)-san, o-of course, go ahead."

Lalu duduklah dia di sebelah gue. Gue setengah gak ikhlas karena gue sengaja duduk agak jauh biar duduknya sama temen senasib gue yang udah gue sebut, tapi yaudahlah, gak bakal mati juga gue duduk sebelah senior. Setelah senior gue basa-basi "how are you", "how's your Japanese class", "how's APU so far", dan lain-lain, dia tiba-tiba bilang, dengan aksen Jepang yang kental,

"Rory, I sink, in my opinion, you are an extrovert."

Lu mabok ya.
"Eh?"

"Yes, you are an extrovert, right?"

"Excuse me, what", tanya gue untuk mengklarifikasi, siapa tau salah denger.

"You are very good doing purezentation, you like talking to people alot"

"Apa-eh erhhm...I mean, errr, no, what, psshh naww, hahahahaha", jawab gue, setengah canggung setengah tersanjung. Terus, gue lanjut jawab,

"I'm not really an errmm...'extrovert'. I don't...usually...talk a lot actually ahahaha"

"Really? But you join Habitat and your presentation very good, I like it"

"Yeaaa well, I mean, this is me going outside my comfort zone, I'm trying my best to talk more and make more friends, soo hahaha ha hah ha...yeah..."

Tapi senior gue malah tetep memuji-muji gue dan gue gak tau lagi harus apa.

But again, gue dibilang extrovert bo'. Setelah hampir 18 tahun hidup, baru pertama kali gue denger ada orang bilang gue suka ngomong. Entah senior gue abis makan apa, tapi sepertinya apa pun yang dia makan mungkin udah basi 5 tahun.

Tapi yah, I don't know. That's another good progress for me personally, I guess. Slowly but surely, gue berevolusi jadi manusia yang layak disebut sebagai manusia. Alhamdulillah, akhirnya.

Comments

Popular Posts