Familiar Differences – Snippets from Spring Break 2018 (pt. 2)

(This is the second part of the series Snippets from Spring break 2018. If you have not read part 1, click here)

-----

"Udah gak pernah ngobrol lagi, kak?", tanya nyokap.

"Hah?"

"Ya itu, sama si Agar, sekarang udah gak pernah diajak ngobrol lagi?"

"Udah jarang-jarang ma, hampir gak pernah malah", jawab gue.

"Lho kenapa? Kan dulu sempet temenan deket kan kamu sama dia?"

"Iya sih, tapi ya namanya udah sibuk, gimana ma. Kan dia juga udah kuliah sekarang, jadi ya gitu lah"

"Ck, ya kamu gimana sih, kan yang cowok kamu, di mana-mana cowok yang harusnya duluan ngajak ngobrol, kamu nih ah", kata nyokap, yang sepertinya menganggap hidup gue bagaikan romcom awal era  tahun 2000-an.

"...i-iya ma, nanti deh diusahain".

Tidak sampai genap seminggu gue di Jakarta, nyokap gue udah nanyain gue soal cewek. Di hari sebelumnya, nyokap juga udah sempet meledek gue pas lagi nonton film Harry Potter and the Deathly Hallows part 1 di televisi, karena salah satu nama karakter yang namanya sama dengan nama mantan gue disebut. Hidup ini penuh sengsara.

Minggu pertama gue di kampung halaman memang tidak terlalu eventful, karena kebanyakan dari rencana gue yang seru-seru emang baru bakal mulai di hari-hari terakhir gue di Jakarta. Temen-temen gue yang deket gak ada yang pulang, sedangkan temen-temen yang di Indonesia, gue gak terlalu deket, atau mereka lagi sibuk, atau malah mereka lagi keluar negeri. Padahal, gue udah belain nyewa mobil, tapi yaudah lah, seenggaknya mobil sewaan ini bakal berguna buat nanti saat gue ke Semarang dan Bandung.

Gue bakalan berangkat ke Semarang minggu depan, sedangkan Dimas baru akan nyampe di Jakarta dari London tanggal 25 Maret, jadi hal-hal seperti ngurus paspor, ke dokter gigi (which I forgot to write on the list in the previous part of this post, I haven't gone to the dentist in years, but the dentist said my teeth be clean like Chip Skylark), dan nyicil belanja buat hidup gue di Jepang gue lakukan sebelum dia dateng, supaya nanti gue main udah gak ada yang mengganjal.

Walaupun begitu, it wasn't all that boring. Why? Because I installed some apps prior to my arrival in Jakarta. Yap, gue memang orang yang praktis dan selalu selangkah di depan. Aplikasi apa sajakah itu? Gojek, Grab, dan tentu saja, aplikasi yang hukumnya wajib kalo gue balik ke Indonesia.

Tinder.

Yeap. The cursed app. The app that basically functions as a feel-good and ego booster. For the record, I hate this app, so much so that I deleted my previous account and planned to never look back. And yet, here I am, back for more.

Now, hear me out, I'm fully aware that I'm gonna sound super defensive about this, but it's true okay, so shut your mouf. Alasan utama gue kembali main Tinder adalah, well, as you guys may (or may not) have known, my phone is drier than the Sahara, so ya know, gue cuma mau menggunakan fungsi henfon gue semaksimal mungkin. Not only that, Indonesian Tinder is comedy gold.

And yes, a separate post for that is in the works, as soon as I finish this series.

On top of that, I have gaps in between my plans, so maybe I can get to know someone and, potentially, do something to fill those in. Any spark of romance is the last thing I wanted.

But on the off chance I actually found one, that's just a bonus, to be honest, cause it wasn't my intention. Hell, gue malah gak mau itu terjadi, karena gue cuma di Jakarta sebulan, and, well, you know what happened the last time something like this happened, jadi kali ini, gue lebih berhati-hati biar gak gampang baper gara-gara Tinder.

Eh? What's that? Kenapa gue mau lebih berhati-hati even though yang kemaren itu berakhir baik-baik dan damai, dan juga dengan persetujuan dari kedua pihak? Errr...well...yeaa I...hmm well, it's...you know...uhhhhhmmh-hey, Look Over There, Isn't That Kirby, From The Famous Video Game Franchise, Kirby?


panadol was a mistake
...yes, uhm, where was I? Oh, right, ANYHOOO, minggu pertama di Jakarta, gue dinas jadi supir keluarga, apalagi gue sekarang udah punya SIM yang totally legit, gue jadi andalan untuk antar-jemput ke mana-mana.

Gak cuma nyupir sih, gue juga banyak makan-makan bareng keluarga di berbagai restoran khas Indonesia, seperti Restoran Padang, yang hukumnya wajib. Gue juga makan banyak sekali benda favorit ke-2 gue yang awalnya m belakangnya k. Martabak.

Yang nomer satu milk. Nah, lo pada mikirnya udah jorok pasti kan? Dasar.

But yeah...I like milk a lot ok, leave me alone. I know it was a bad joke, shatap.

Berkat makan-makan meriah ini, berat badan gue sempet naik 5kg. Tapi sekarang udah turun lagi, soalnya gak ada duit buat beli makan.

In addition to that, gue juga mall hopping sama nyokap, berbelanja berbagai macam mie instan supaya gue gak mati kering di Jepang. Gue juga beli-beli pakaian baru, karena banyak dari pakaian gue yang gue bawa ke Jepang udah gembel dan usang. Karena gue tinggal di perbatasan Jakarta-Tangerang Selatan, jadi ya mall hopping-nya gak jauh-jauh dari situ. Paling ke Pondok Indah Mall, Gandaria City, Senayan City, Plaza Senayan, you get the idea lah ya. And you know what, after a whole year of barely ever going to a mall, it was a pleasant thing to do. Emang sih, kesannya anak metropolitan banget, but hey, cut me some slack, I live in a small town with only 2, yes, two "malls" (if they even qualify as that), and they're nowhere near as big as the ones in Jakarta.

Dari satu mall ke mall yang lain, gue gak cuma berbelanja, tapi, layaknya manusia kelewatan melankolis, gue juga bernostalgia ria. Termasuk pas di Plaza Senayan. Especially pas di Plaza Senayan. Tapi ya gitu, sebagai anak Jakarta kelas menengah tulen, main ke mall merupakan sebuah kegiatan rutin buat gue. Gue teringat masa-masa SD, waktu pertama kali gue jalan bareng temen-temen tanpa orangtua. Terus pas SMP, di mana gue dan temen-temen gue cabut dari kelas Sabtu dan pergi ke Gandaria City. Dan tentu saja, masa SMA, di mana kami pergi makan bareng selepas pertandingan basket yang melelahkan. Mall-mall tersebut memang tidak terlalu banyak berubah. Tetapi entah kenapa, semuanya terasa asing.

Yah, tapi gak semuanya indah sih. Ada satu hal yang gue gak kangenin sama sekali dari Jakarta. Yap, you guessed it.

Kemacetannya.

Janji-janji gubernur dari jaman baheula sampe sekarang belum juga terwujud, kayaknya sih sampe kiamat juga kalo namanya Jakarta bakalan selalu macet ya. Gilak men, di liburan ini, gue baru ngerti sepenuhnya apa maksud dari perkataan "orang Jakarta itu tua di jalan". Tiap kali keluar rumah, gue masih muda, bugar, dan single. Pas pulang gue udah serasa beranak cucu woi. Bener-bener kerasa banget, gue padahal seharian gak ngapa-ngapain, tapi tiap kali pulang abis jalan-jalan, capeknya minta ampun. Pantes aja, road rage merupakan hal yang udah biasa di kota ini. Stresnya nyetir di rush hour emang bukan main. Tiap kali gue nyetir, gue selalu mikir fak mai laif, I should've just stayed in Japan.

Oke, enough of that, mari kita landjoet. Masuk ke minggu ke-2 gue di Jakarta.

Di satu hari yang lowong, tiba-tiba henfon gue berdering. Ah sial, ini pasti temen gue, si Lucky (f.k.a. Laki, gue ganti karena "Laki" terasa kurang sreg), nge-tag gue di post gak jelas di Pesbuk, pikir gue. Ternyata eh ternyata, bukan si Lucky.

You've got a new match!

Weh. Bisa gini juga gue ternyata di Tinder.

Gue bukalah aplikasi itu, untuk melihat siapa korban kurang beruntung yang satu ini. "Manda". Gue inget gue swipe dia ke kanan beberapa hari yang lalu. Di salah satu foto yang dia tampilkan merupakan foto dia di "Jakarta Women's March 2018" yang sudah lewat, memakai baju bertuliskan "GOD BLESS INDONESIA AND ALL THE BEAUTIFUL WOMEN IN IT", dan di foto lainnya, dapat terlihat jelas, ini cewek anak indie hipster buanget. Tidak hanya itu, di bio-nya dia tulis "umm what are your thoughts on gender equality?"

...
...
...
...


Dear Lord, what have I gotten myself into?

Now, don't get me wrong, I'm all for gender equality, and yes I am thankful for Indonesian women, but what I don't support is hardcore women-are-superior-and-all-men-are-pigs type of feminism, and right at that moment, it seemed like I was entering the danger-zone.

However, I did not let my usual judgmental mindset get the best of me, and so, answering to her bio, I opened the conversation.


And yes, I know, bayangan yang ada di kepala kalian saat ini adalah ini.

And I don't blame you.
But oi, she asked about it, and at least it's better than a lame ass "hey" or "what's up".

Gak lama kemudian, dia menjawab, "Oh, thank you for sharing your thoughts! Hahaha hey Rory, I'm Manda, and I don't go to parties either", dan tentu saja kami lanjut ngobrol, saling tau satu sama lain. Dia kelahiran 1999, tapi belum masuk kuliah karena ngambil gap year untuk bekerja. Dia berencana untuk ngambil jurusan sastra Perancis, karena di Perancis ada neneknya, dan dia mau kerja di sana. Tapi untungnya, dia bukan feminis garis ngarang seperti yang gue khawatirkan, sangat melegakan.

Setelah memperkenalkan diri kami masing-masing, gue keluarinlah topik basa-basi nomer 1 gue: musik.

"So what kinda music do you listen to?", tanya gue.

"Kalo gue sih suka indie palingan"

I flippin called it.

"Gue juga emang hobi  nge-gig sih, jadi  yaa selera musik gue sekitaran itu lah hahaha", tambah Manda. Ngegig, untuk kalian yang tidak tau, maksudnya adalah nonton konser, tapi biasanya konser yang relatif kecil, di mana yang tampil biasanya gak selalu tenar.

"Wooh, serius? Kalo gue malah hampir gak pernah ke acara gituan. Konser terakhir yang gue tonton itu...konser Tasya. Jaman gue masih umur 5 tahun", timpal gue.

Setelah itu, gue memberikan dia rekomendasi musik yang gue suka, karena siapa tau dia juga bakal suka.

"Oh, since you like indie, you may wanna try Alvvays, Men I Trust, and Rosemary Fairweather, I have a feeling you'll enjoy their music", I told her.

And surprise, surprise.

"EH, GUE JUGA SUKA BANGET MEN I TRUST HAHAHAHA"

Hey, yeah I dunno about you, but why do I feel like the way this conversation's shaping up seems a tad bit familiar, eh?

But yeah, we actually talked almost daily from that point on for the rest of my break.

That's that for Manda, really. For now.

Nah, akhirnya, hari gue berangkat ke Semarang datang juga. Rencana awalnya sih, cuma gue sendiri aja yang mau berangkat ke sana, tapi keluarga gue memutuskan untuk ikut semua. Tentu saja, gue dapet dinas nyetir, tapi kalo gue di jalan capek, bokap bakal gantiin gue agar gue bisa istirahat. Kami berangkat sekitar pukul 5 sore. Perjalanan dari Jakarta ke Semarang yaa paling cepet sekitar 8 jam-an lah, tapi berkat infrastruktur Indonesia yang gak karuan dan juga banyaknya kendaraan pribadi, 10 jam merupakan best case scenario.

Jadi yah, untuk mempersingkat cerita, gue bablas nyetir Jakarta-Semarang non-stop. Selama perjalanan, di saat keluarga gue tertidur pulas, gue heboh sendiri, mencari cara untuk tetap melek dan tidak mati kebosanan, salah satunya dengan menyanyikan lagu-lagu yang ada di playlist gue. Lagu-lagu Carly Rae Jepsen dari albumnya yang lama dan juga yang baru gue lantunkan.

"IN YOUR FA-HA-NTASYYY DREAM ABOUT MEEEEE", senandung gue, berdendang dengan  semangat dan sukacita di balik stir mobil.

Oke, ini semakin gue jelasin, semakin gue keliatan gak waras, sepertinya.

Sampailah akhirnya kami di rumah Eyang Papi sekitar pukul 3 dini hari. Eyang Papi tidak menyangka kami nyampe secepet itu, tapi yah, berkat gue yang gak berhenti istirahat sedetik pun dan juga kebut-kebutan sepanjang jalan, jadi pagi-pagi buta gini nyampenya.

Nah, emang sih, nyampenya lebih cepet, but there was one huge downside to driving 10 hours non-stop. Interior mobil sewaan yang gue pake ini berbahan kulit, leather, which sounds great, right?

Wrong.

It was the cheapest of cheap leathers. No breathability whatsoever. Alhasil, pantat saya kurap pakbos. Oke, gue lebay, gak kurap juga sih, tapi di bokong gue jadi ada biang keringet yang bikin gatel minta ampun. Pantat gue bentol-bentol dan memerah, gue yang udah bohay mau gak mau jadi tambah bahenol. Gue coba siram pake air dingin, gak ngaruh. Gue pun memutuskan untuk mandi jam 3 pagi buta, pake sabun, dan lain-lain, eh lho kok yo tetep guatelnya bukan main. Jadilah, pagi itu, saya terpaksa tidur sambil garuk-garuk bemper belakang saya.

Tapi yah, gak terlalu banyak sih yang gue bisa ceritain dari jalan-jalan gue di Semarang. Well, I mean there are, but it's not exactly blog worthy. I mean besides these photos that I've posted on Instagram *ehm follow @afirianto ehm* , I was just having an absolutely amazing time going around Central Java with my family.
perhaps I should've jumped lmao


B  A  S  A  H
...iyah, jadi gitu. A bit ominous for a tourist site, innit? Yah, gimana dong, cuacanya lagi mendung. Kayak hatiku.

Oh, tentu saja, gue juga main Tinder di Semarang. And I matched with someone. And she...well, how do I put this.

She's really...something else. Different. Good or bad, I really can't say, my take on the matter may differ from yours, but one thing for sure, I don't think I'll ever be able to forget this experience.  And I'm about to tell you why.

Tapi ini udah jam 2.58 pagi. Aku ngantuk. Ceritanya lanjut nanti aja ya.

Comments

Popular Posts